Pendidikan berbasis teknologi saat ini sudah tidak bisa dielakkan lagi. Kekhawatiran guru dan orangtua akan pengaruh negatif dari penggunaan teknologi di ruang kelas menjadi tidak relevan. Yang menjadi tantangan bersama adalah apa strategi dan model pembelajaran berbasis teknologi terbaik yang dapat memberikan pengalaman belajar berharga bagi para siswa.

 

Selama ini cara edukator mengintegrasikan teknologi di ruang kelas berbeda-beda. Kebanyakan penggunaan teknologi adalah inisiatif guru yang memiliki latar belakang atau pengetahuan tentang teknologi tertentu, tapi belum menjadi kebijakan yang diatur berdasarkan transformasi pedagogi. Transformasi seperti ini tentu saja membutuhkan persiapan dan investasi yang sangat besar. Selain dari persiapan infrastruktur dan kurikulum, pengelola sekolah pun harus melatih kembali guru-guru agar menguasai educational technology yang perkembangannya sangat cepat.

 

INTEGRASI TEKNOLOGI BERDASARKAN SAMR MODEL

Ada beberapa tahap integrasi teknologi di ruang kelas menurut model yang dikembangkan oleh Dr. Ruben Puentedura. Model ini dikenal dengan sebutan SAMR:

 

1. Subtitusi

Pada tahap ini teknologi hanya berfungsi sebagai pengganti kertas dan pensil. Contohnya, sebagai pengganti textbook siswa memakai e-book atau pdf file. Contoh lain adalah  guru atau siswa memakai presentasi Keynote, Power Point atau Slides. Dalam hal ini tidak ada yang berubah dari cara belajar mengajar selain dari media elektronik yang dipakai menggantikan cara tradisional.

 

2. Augmentasi

Pada tahap augmentasi, ada sedikit yang berbeda. Teknologi tidak lagi dipakai sebagai pengganti cara lama namun juga untuk meningkatkan kualitas tugas atau presentasi. Misalnya, siswa yang ingin mempresentasikan tugasnya dalam bentuk Power Point menggunakan juga media dalam bentuk hyperlink, audio atau video. Dengan ini presentasinya menjadi lebih interaktif dan menarik.

 

3. Modifikasi

Pada tahap ketiga ini, terjadi transisi dari penggunaan teknologi sebagai substitusi menjadi transformer dalam belajar. Desain pelajaran juga ikut mengalami penyesuaian, ketika guru memberikan instruksi bagi para siswa untuk mengerjakan tugas berbasis teknologi. Secara signifikan teknologi pun mengubah cara belajar dan presentasi yang dikerjakan siswa. Sebagai contoh, siswa membuat iBook Author untuk tugas dalam mata pelajaran Sejarah dan Bahasa. Contoh lainnya, para siswa membuat video project yang mereka kerjakan sendiri atau berkelompok dan mempresentasikannya di depan kelas.

 

4. Redefinisi

Tahap terakhir dari model SAMR ini adalah bagaimana teknologi dipakai untuk mentransformasi pengalaman belajar para siswa. Disini terjadi perubahan mendasar pada pedagogi dan framewok kurikulum. Contohnya, para siswa bekerja dalam satu kelompok untuk membuat film dokumentari yang mengintegrasikan beberapa mata pelajaran. Contoh lainnya, para siswa belajar jarak jauh dengan menggunakan Zoom atau Google Classroom dengan mengikuti instruksi seperti yang ada pada tahap Modifikasi.

 

Virtual learning yang berkualitas adalah mereka yang telah mengadopsi tahap Redefinisi ini dengan baik. Ada tiga faktor yang menentukan keberhasilan virtual learning yaitu; para guru telah melewati pelatihan yang cukup dalam menggunakan LMS atau educational technology, para siswa telah dilatih dengan study skills yang memadai, serta administrator sekolah yang telah menyediakan framework dan desain kurikulum berbasis teknologi.

 

TANTANGAN YANG SEDANG DIHADAPI SISTEM PENDIDIKAN KITA

Jika diperhatikan, bahwa sebelum pandemi sekolah pada umumnya hanya memakai teknologi sebagai Subtitusi semata, yaitu seperti yang terjadi pada SAMR tahap pertama. Ketergantungan pada texbook dan guru sebagai sumber informasi masih dominan. Namun, tiba-tiba sekolah harus mengadakan lompatan yang besar untuk mengadaptasi tahap keempat yaitu, Redefinisi. Dari jarak jauh guru mengajar dan murid-murid mengikutinya belajar di rumah. Sayangnya, lompatan ini tidak dibarengi oleh persiapan dan infrastruktur yang memadai, seperti sambungan internet yang baik, laptop atau ipad sebagai learning tool, guru yang sudah melewati masa training, dan siswa yang sudah dilatih untuk belajar mandiri.

 

Yang terjadi di lapangan, meskipun telah menggunakan LMS atau teleconference, tapi model mengajar guru masih sama. Di kelas, guru biasa mengajar dan didengar oleh 20-30 muridnya dari tempat duduk. Saat ini, guru mencoba membawakan apa yang terjadi di ruang kelas ke dalam virtual learning. Namun, pengalaman belajar siswa di kelas berbeda dengan di rumah lewat internet.

 

Dalam keadaan ekstrem -yang terjadi di banyak sekolah negeri dan sekolah-sekolah di daerah, dimana tidak ada koneksi internet dan belajar digital adalah hal baru- para siswa terpaksa belajar lewat stasiun TV yang disediakan pemerintah. Saat ini para orang tua dan edukator mulai mengkhawatirkan perkembangan anak-anak Indonesia jika pembelajaran model seperti ini berlangsung dalam waktu yang lebih lama.

 

Dunia harus menghadapi kenyataan bahwa pandemi ini bukan hanya krisis kesehatan saja tapi juga krisis pendidikan. Sampai vaksin ditemukan maka  manusia akan hidup berdampingan dengan Covid-19. Himbauan pemerintah agar guru mengutamakan pengalaman belajar murid dan bukan menyelesaikan target kurikulum, bisa diterima sebagai bentuk manajemen krisis tapi  tidak sebagai respon untuk masa new normal. Strategi berdasarkan kajian mendalam epidemiologi juga harus dibuat jika sekolah akan dibuka kembali. Virtual learning tidak dapat dielakkan akan menjadi solusi yang aman bagi keluarga Indonesia.

 

KESIAPAN NOBLE ACADEMY MENGHADAPI NEW NORMAL

Bagi Noble Academy penerapan virtual learning lebih mudah karena sebelum pandemi siswa sudah diajarkan melewati keempat model SAMR. Siswa telah dibiasakan berada di tahap ketiga dan keempat SAMR yaitu, Modifikasi dan Redefinisi. Teknologi mutakhir juga telah dipakai sebagai alat penunjang cara pelajar, seperti  iPad (1:1), VR lab, Coding class, STEM class, interactive whiteboard, smart TVs, 3D printing.

 

Guru-guru senantiasa dilengkapi dengan pelatihan untuk mengintegrasikan teknologi dengan pelajaran, seperti Apple Teacher Training dan Google Education Training. Ditambah dengan penekanan pada metode belajar Inquiry- based dan Project-based serta pengembangan 21th Century Skills, para siswa Noble Academy siap menghadapi transformasi pendidikan yang diakselerasi oleh pandemi Covid-19.

 

Untuk tahun ajaran berikut Noble Academy bekerja sama dengan para pakar teknologi dan pengembang kurikulum yang ada di luar negeri, sedang mempersiapkan kurikulum yang dapat memungkinkan siswa belajar baik dengan cara Onsite maupun Online. Para orangtua tidak perlu khawatir lagi bahwa pendidikan dan perkembangan anak-anak mereka akan terganggu karena pandemi Covid-19.