Testimony dari Ibu Inka yang mempunyai seorang putra Gifted, dimana sebelumnya tinggal dan bersekolah di Singapore dan belum setahun pindah ke Jakarta dan bersekolah di salah satu sekolah international di daerah Serpong, Grade 4.

 

Kemarin saya ke Noble Academy. Mungkin sekolah pertama di Indonesia utk anak-anak Gifted. Saya tahu tempat ini dari Mensa yang di Indonesia.

Waktu saya baca Welcome Notes dari pendiri Noble Academy, langsung air mata ini mengalir, letih lelah jadi terasa. “Ngga papa Meh sekali2 ngaku capek, marah, bingung, frustrasi, kehabisan akal”. Begitu saya bilang ke diri sendiri. Terima kasih utk Welcome Notesnya. MashaAllah.

Di situ ditulis, awam taunya ABK itu seperti autism, down syndrome, dan lain-lain. Padahal di spektrum yang sama tapi di pojokan yang berlawanan ada GIFTEDNESS. Mereka ini dianggap ga perlu penanganan yg berbeda dgn mainstream. Kan sudah IQ super, pasti cerdas dan bisa apapun sendiri dong. O Tuhan.. andaikan.. 😔

Anak-anak ber-IQ sangat tinggi ini cenderung “underachievers” dalam hidupnya sehingga akhirnya jadilah pecundang-pecundang yang tidak berkontribusi positif ke diri sendiri apalagi ke komunitas. Mereka ugal-ugalanan. Sulit mengikuti sistem yang dibuat utk kebaikan, masa bodoh dengan prioritas hidup, penuh argumentasi dan pemberontakan. Mereka melihat dunia dan kehidupan dengan formula yang buat orang “normal” ekstrim dan ajaib. Sebaliknya, mereka sangat sensitif terhadap hal-hal seperti kematian, perceraian, ketidakadilan, bencana dan lain-lain. Hidup mereka resah, stress, sedih tiada habis selalu mikir hal-hal yang jauh di atas kesiapan usia mereka. Namun kalo punya ide atau kesukaan terhadap sesuatu, juga ekstrim. Seolah itulah yang terpenting, apapun lainnya tidak penting. utk saat itu. Tapi sejenak kemudian, hilang sudah eforianya, karena sudah tau solusinya.

Seringkali sifat harus sempurna, membuat mereka akhirnya mengumpulkan kertas ulangan kosong melompong. Kenapa? Dari pada diisi tapi ga dapat nilai 100. Kalo ga naik kelas? Ngga masalah! 😞

Guru yang menegur mereka baik-baik pun akan mereka lawan sepenuh jiwa raga kalo menurut mereka itu tidak adil dan zolim. Sampai-sampai dibawa ke luar kelas dan ke ruang Kepala Sekolah. Ngga masalah! 😔 siapa takut. Toh murid, guru, bos, supir semua manusia sama terbuat dari daging dan darah kan?

Ya, itu beberapa masalah emosi dan perilaku anak-anak Gifted. Termasuk saya dulu, dan anak saya sekarang, yang pada waktu dia masih 7th, intelegensianya sudah sama dengan umur 11-16th. Di Singapore, beberapa guru menganggap dia cerdas dan cepat. Guru lain mikir ini anak bengal, mungkin punya ADHD. Ada yang mikir, sudahlah dia emang malas. Yang mau melihat Miki di balik yang terlihat, biasanya lebih sabar dan memberikan insentif-intensif yang lebih bisa “menjinakkan” dia. Yang bisa membuat dia belajar dan bersikap lebih kalem dan bisa diprediksi. Tapi guru kan urusannya bukan hanya Miki..

Kemarin sore saya ke Noble Academy. Meeting dengan Bu Elly yang tadinya saya pikir hanya 1/2 jam.. jadi lebih dari pada 1 jam. Rasanya pengen saya pelukkin dan ciumin itu Ibu! Ya Allah Bu.. makasih Bu, Ibu tau seluk beluk, jatuh bangun (& jatuh lagi!) orang-orang tua semacam saya ini. Dulu ga ada itu sikap millenial. Susahnya dulu saya kecil memandang dunia yg “aneh, zolim, tidak efisien, tidak benar, sudahlah diakhiri saja” berbeda dengan millenial Miki memandang hal yg sama. Dulu saya kecil ya diam saja, frustasi sendiri, berjuang sendiri, ya Alhamdulillah bisa tuh, walau banyak luka-luka hati di sana sini yang masih melekat di otak. Sekarang, Millenials.. beda. Lebih rumit, lebih harus hati-hati, lebih melelahkan berhubungan dengan mereka ini. Bunuh diri itu bisa jadi pilihan mereka. Apalagi cuma drop out sekolah! Nilai jelek? Halah, ga penting banget sik. Dapet medali? Ok, so? Apalagi cuma ditepukkin atau diomelin.

Pertanyaan saya hanya 1 ke Bu Elly: Bu saya mesti ngapain lagi? Jiwa raga sudah semua sepertinya Bu. Uang waktu pikiran..ngga kurang2 Bu. Sabar hari2 Bu. Sampe2 pake suara perut Bu, suara asli habis terus. Ngomong sm semua pendidik, pelatih dan pengajar Miki.. waduh, itu agenda tetap Bu. Serahkan ke Tuhan sajakah Bu? Orang blg “cemangaaad”.. bablas itu doang mah Bu, kalo ga cemangad dan cemangka mana bisa Bu berfungsi hari2 walau tidur hanya segitu jam.

Bu Elly cerita.. ada 2 anak Gifted yg depresi, dari luar Jakarta, salah satunya loncat dari gedung sekolah walau bisa diselamatkan. Satu lagi juga depresi tapi sekarang Alhamdulillah ikut terapi, bukan di Noble Academy tapi terapinya krn domisilinya bukan di Jakarta.

Selebihnya dengan emotional and behavioural issues mereka, menjadi murid-murid yang ga benar di sekolah-sekolah umum. Ortu2 mereka akhirnya memindahkan mereka ke Noble Academy. Seperti nasib ortu-ortu dengan anak-anak ABK, tingkat perceraian ortu anak-anak Gifted pun tidak sedikit. Amazing race itu ga ada season kalo di rumah tangga saya. Itu serial harian. Kuat-kuatan aja. Saya dan suami shift… pengsan gentian. Intermezzo semacam “us time” tanpa ngomongin anak itu luxury banget, sampe2 nyaris ga pernah kejadian.

Saya bersyukur ketemu Bu Elly dan Noble Academy. Semoga bisa datang lagi dan mendapatkan secercah harapan baru. InshaAllah ya Tuhan.

Itulah di Islam dibilang anak itu harta dan cobaan. MashaAllah.. kuatkan saya Tuhan.. spt terowongan gelap yg panjang dan punya KPI yg nyaris ga bisa dicapai.